Pages

H3: Where are the Parents?

Tempat: Masjid Al-Jihad, Ciputat
Formasi: 4(2T)+3W
Waktu: 35 menit
Tausiah pra-Tarawih: Tingkatkan iman-ilmu-amal di Ramadhan
***
Subhanallah.... Ramai sekali masjid ini. Ya, ramai oleh anak-anak yang berlarian ke sana-kemari. Saling kejar, lengkap dengan teriakannya.
Memang baik mengajak anak untuk membiasakannya berjamaah salat di masjid, tapi tentu peran orangtua tak sebatas sampai di situ. Karena ketika anak-anak (sebaya) berkumpul, hasil akhirnya lebih sering yang muncul adalah 'semangat bermain' mereka. Apalagi tanpa dampingan orang dewasa (yang akan mengingatkan mereka), terutama, tentu saja, orangtua masing-masing (yang semestinya bertanggung jawab akan hal itu).
Anak-anak datang lebih dulu di masjid, sementara orangtua mereka datang belakangan. Jadilah masjid luas yang lengang (karena baru beberapa orang yang hadir) tampak sebagai 'arena bermain' bagi anak-anak. Plus rentang waktu yang cukup lama sampai masuk Isya.
Berbeda dengan beberapa anak yang datang bersama orangtuanya (ayahnya) beberapa saat menjelang Isya. Mereka duduk 'tenang' di samping ayahnya (atau lebih tepatnya, mereka dalam posisi ingin 'main' tapi tak bisa, entah karena malu atau takut kepada ayahnya, tapi itu masih lebih baik ketimbang mereka yang ribut berlarian saling kejar), atau mengikutinya salat sunat.
Jadi, sudah semestinyalah para orangtua mengawasi dan mendampingi anak mereka. Sebaiknya mereka (orangtua-anak) berangkat ke masjid bersama-sama, lalu tempatkan anak dalam 'jangkauan' pengawasan dan tidak membiarkannya 'bebas'. Lebih bagus kalau bisa sambil membimbing anak bersalat sunat atau membaca Al-Quran.
Bisa juga ini menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya orangtua anak masing-masing. Intinya, meminimalkan 'kesempatan bermain' anak di (terutama bagian dalam) masjid, karena meskipun itu berlangsung sebelum 'acara inti' (baca: salat Isya-Tarawih-Witir), tetap terasa mengganggu bagi jamaah yang sampai di masjid sebelum waktu mulai 'acara inti'.
***
Dalam 'acara inti', mutawasi mengurai beberapa keutamaan Ramadhan (yang, karena saya sendiri lupa satu-persatunya, tidak bisa saya bagi di sini). Mutawasi juga mengajak jamaah untuk meningkatkan iman, ilmu, dan amal selama Ramadhan ini.
Sesuai QS 2: 183, tentunya yang akan terpanggil untuk berpuasa Ramadhan hanyalah mereka yang beriman. Nah, iman yang sudah ada hendaknya terus ditingkatkan, karena iman bisa bertambah atau berkurang.
Berikutnya adalah meningkatkan ilmu dan pengetahuan tentang ibadah. Amal (ibadah) yang tidak didasari ilmu hanya berujung keraguan, kekacauan, atau kesia-siaan. Dengan ilmu, segala amal yang dilakukan terasa lebih mantap. Kita tahu apa yang boleh dan yang tidak boleh, apa yang harus dan yang jangan, apa yang diperintahkan dan yang dilarang, dan kita tahu (dengan pasti) dasarnya. Tentu akan berasa lebih mantap.
Nah, dengan dasar iman yang kokoh dan bekal ilmu yang mantap, barulah amal/ibadah ditingkatkan. Apalagi dalam Ramadhan, segala kebaikan dinilai lebih tinggi daripada dalam bulan-bulan selainnya.
***
Jadi, jangan sampai kesempatan baik ini terlewatkan begitu saja, karena belum tentu tahun berikutnya kita bisa berjumpa dengan Ramadhan. Dan kalau masih bisa bertemu pun, itu bukan lagi Ramadhan yang sama, dan Ramadhan yang telah tersiakan tetap tidak tergantikan.

2 comments:

  1. ...Dan kalau masih bisa bertemu pun, itu bukan lagi Ramadhan yang sama, dan Ramadhan yang telah tersiakan tetap tidak tergantikan...

    deep one :D
    semoga ONOMnya sukses

    ReplyDelete
  2. Blup... blup... blup... (kelelep).

    Aamiin, thanks, JKK.

    ReplyDelete